Sunday, February 10, 2013

Apatisme Politik

0 comments


Permulaan tahun 2013 ini dibuka dengan banyak kegemparan. Tak hanya tentang Istana Negara yang terendam banjir, tetapi juga tentang negeri ini yang makin terendam oleh korupsi.

Akhir Januari lalu, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan sebagai tersangka. PKS pun merasa seperti dihantam palu godam oleh penguasa.

Lalu, awal Maret ini, beredar kabar bahwa Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, KPK segera membantah kabar itu.

Berbagai kejadian di atas terbilang mengejutkan. Maklum, jarang-jarang KPK menembak “pejabat tinggi”. Apalagi, jika yang bersangkutan masih berada di lingkaran kekuasaan. Banyak yang mengapresiasi prestasi KPK itu.

Namun, di sisi lain, tertangkapnya Presiden PKS itu benar-benar membuat kepercayaan rakyat atas politik jatuh ke titik nadir. Maklum, selama ini PKS dianggap partai bersih, agamais, terorganisir, dan berdisiplin. Tetapi, pada akhirnya, tercebur juga ke dalam lumpur korupsi. PKS pun terancam remuk!

Mayoritas klas menengah, yang cukup terdidik dan melek informasi, sampai pada kesimpulan akhir: Tidak ada satupun partai di parlemen yang bebas korupsi. Dan, kesimpulan itu semakin menebalkan iman mereka untuk apatis terhadap politik.

Dalam tiga pemilu terakhir, tingkat partisipasi rakyat kian menurun: 1999 (92 persen), 2004 (84 persen) dan 2009 (71 persen). Sementara survei Centre for strategic and International Studies (CSIS) menyimpulkan, hampir 48 persen rakyat tak lagi mempercayai parpol. Lalu, survei LSI mempertegas lagi bahwa 80 persen masyarakat lebih mendukung calon independen.

Ada bahayanya ketika sinar politik terus meredup. Politiklah arena bagi berbagai sektor sosial memperjuangkan kepentingannya. Ketidak-hadiran mereka dalam arena bernama politik itu berarti mengorbankan kepentingannya sendiri.

Apatisme politik jelas berdampak buruk. Pertama, rakyat kehilangan kesempatan untuk memasukkan kepentingannya dalam agenda atau proyek politik negara. Kedua, kekuatan status-quo bisa terus melembagakan kekuasannya tanpa gangguan. 

Selain itu, rezim neoliberal punya kepentingan besar untuk terus meniupkan angin kebencian terhadap partai politik. Parpol adalah alat politik paling efektif untuk untuk mengartikulasikan berbagai proposal individu maupun sektor ke dalam sebuah proposal politik bersama.

Pertama, dengan kampanye anti-parpol yang begitu gencar, rezim neoliberal berusaha mengembalikan aspirasi politik massa menjadi aspirasi politik pribadi masing-masing individu.

Anggaplah aspirasi individu itu menyerupai air mendidih. Kalau air mendidih itu ditutup, maka uapnya bisa menciptakan tekanan. Sebaliknya, kalau dibiarkan terbuka, maka uap yang dihasilkannya bubar tanpa tekanan.

Karena itu, bagi saya, kampanye mendiskreditkan parpol itu bagian dari strategi politik rezim neoliberal untuk mencegah keresahan dan aspirasi massa dalam sebuah proyek politik bersama.

Kedua, kampanye anti partai politik ini, seperti kampanye penolakan Menteri dari latar-belakang parpol, merupakan upaya rezim neoliberal menguatkan peran kaum profesional atau teknokrat dalam berbagai proses perumusan dan pengambilan kebijakan.

Pada kenyataannya, sebagian besar mereka yang disebut kaum profesional-teknokrat ini adalah prajurit-prajurit setia pembela kepentingan pasar dan bisnis besar. Mereka berusaha mengisolasi perumusan kebijakan dari persoalan politik. Alhasil, rasionalisasi pengambilan kebijakan politik mengacu pada pertimbangan ekonomis, yakni soal untung/laba dan rugi, bukan pada pertimbangan kemaslahatan rakyat banyak.

Ketiga, proyek anti-politik ini berusaha menggiring kita pada apa yang disebut demokrasi terbatas, yakni demokrasi yang minim konsensus dan partisipasi rakyat. Kenyataan ini terlihat jelas pada contoh: pemenang Pilpres atau Pilkada bisa saja perolehan suaranya lebih kecil dari jumlah golput, tetapi ia tetap saja dianggap sah. Di sini, mandat politik ditentukan dari siapa pemenang kontes, bukan pada siapa yang meraih dukungan mayoritas.

Lantas, apa langkah paling bijaksana untuk menyikapi kegagalan partai politik saat ini?

Pertama, yang harus kita serang tanpa ampun adalah sikap dan langkah politik yang salah dari parpol bersangkutan. Tetapi eksistensi parpol sebagai organisasi politik tetap dibutuhkan dalam kerangka mewadahi perjuangan politik dari berbagai sektor sosial di dalam masyarakat.

Kedua, rakyat membutuhkan sebuah partai politik dengan pendekatan politik yang baru: tidak korup, transparan, demokratis, militan, berdisiplin, dan teguh membela rakyat.

Partai politik semacam itu memang belum ada di parlemen, tapi embrionya ada di esktra-parlemen. Mereka tidak perlu tergesa-gesa untuk berkiprah di parlemen. Tetapi yang diperlukan adalah membangun basis massa luas melalui perjuangan bersama massa rakyat dan memimpin oposisi luas di luar parlemen.

 SumberArtikel:http://www.berdikarionline.com/opini/20130211/apatisme-politik.html#ixzz2KZ9dmw1y

Read more...

Wednesday, February 6, 2013

PENYESUAIAN KONTRAK KARYA WEDA BAY NICKEL LANGGAR UNDANG-UNDANG

0 comments

Penyesuaikan Kontrak Karya perusahaan tambang Weda Bay Nickel langgar Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara tentang ketentuan luas. Pemerintahan SBY melalui Kementerian ESDM bersama Weda Bay Nickel dilaporkan menyetujui luas wilayah pertambangan bisa melebihi 25.000 hektare.

UU no 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) menyatakan, lewat Pasal 53, bahwa Wilayah Usaha Produksi mineral logam paling luas adalah sebanyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare. Amanat UU Minerba bahwa luas wilayah pertambangan yang telah diberikan kepada pemegang kontrak karya harus disesuaikan dengan undang-undang tersebut (Pasal 171 ayat 2).

Kontrak Karya perusahaan tambang Weda Bay Nickel (sebagian besar sahammnya dimiliki perusahaan Eramet- Perancis) memiliki luas 54.874 hektar. Sebelumnya bahkan 120.500 hektar. Sebagian besar wilayah pertambangan Weda Bay Nickel adalah kawasan hutan, terdiri 24.920 hutan lindung ( 46.8%).

Di dalam kontrak karya Weda Bay Nickel juga terdapat kampung-kampung penduduk diantaranya, yaksi Lelief Sawai, Lelilef Weibulan, Gemaf. Sebagian penduduk desa ini sedang memperjuangkan hak-hak mereka atas tanah dan lingkungan hidup, yang terganggu akibat kegiatan penambangan nikel skala luas ini.

Pertambangan adakah sektor kegiatan ekonomi yang paling memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Lokasi yang umumnya di kawasan hutan, menimbulkan pembatan hutan skala luas (ratusan hektar untuk sebuah perusahaan). Penambangan menghasilkan banyak limbah material . Jika biasa mengendari sepeda motor di jalan perkotaan, alangkah tidak nyamannya melewati jalan yang dilalui truk membawa tanah. Jalan berdebu ketika musim kemarau, dan licin ketika musim hujan. Begitulah masyarakat sekitar tambang dan jalan pertambangan, debu hingga menutupi atap-atap rumah dan pepohonan ketika musim kemarau, dan sungai serta laut menjadi keruh kala musim hujan.

Salah satu cara mengurangi dampak lingkungan ini agar sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup memperkecil luas pertambangan. Ketentuan 25.000 hektare di dalam UU Minerba pun sebenarnya masih sangat luas. Disamping persoalan pengrusakan lingkungan yang luas, tentunya adalah soal keadilan. Bandingkan, sebaga warga negara, Petani Jambi, yang beberapa lalu berkemah di Depan Kementerian Keuangan, masing-masing mereka diperbolehkan melakukan pengolahan hutan seluas 2 hektar.

WALHI menyayangkan pemerintah mengabaiakan ketentuan UU Minerba yang mengatur batasan luas tambang. Penyesuaian kontrak karya yang melanggar ketentuan hukum menunjukkan pemerintah lebih menjamin kepastian usaha bagi investor, ketimbang kepastian perkembangan berkelanjutan sesuai dengan daya dukung alam bagi masyarakat sekitar Weda. Akan lebih baik bisa pemerintah mendorong agar desa-desa di wilayah Kontrak karya Weda Bay Nickel dikeluarkan dari wilayah pertambangan, dan sesuai dengan UU No 41 tahun 1999, WBN seharusnya tidak diperbolehkan menambang secara terbuka karena akan merusak wilayah hutan lindung yang masih lestari tersebut.

Pemerintah seharusnya menjalankan keputusan Mahkamah Konsitusi Nomor 32/PUU-VIII/2010 yang menyatakan dalam penetapan wilayah pertambangan pemerintah ““wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi kepentingan masyarakat yang wilayah maupun tanah miliknya akan dimasukkan ke dalam wilayah pertambangan dan masyarakat yang akan terkena dampak.”

MK juga menyatakan bahwa dalam penetapan wilayah pertambangan masyarakat harus diikutsertaan secara aktif, berupa keterlibatan langsung dalam pemberian pendapat dalam proses penetapan Wilayah Pertambangan yang difasilitasi oleh negara/ Pemerintah. Hal ini merupakan bentuk konkret pelaksanaan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945. Keputusan MK juga menyatakan hak masyarakat untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat harus dilindungi sehingga masyarakat wajib disertakan dalam proses penetapan Wilayah Pertambangan, karena merekalah yang secara langsung akan terkena dampak dalam proses penambangan mineral dan batubara. Adapun wujud dari pelaksanaan kewajiban menyertakan pendapat masyarakat harus dibuktikan secara konkret yang difasilitasi oleh Pemerintah. Bukti konkret tersebut dapat mencegah terjadinya konflik antarpelaku usaha pertambangan dengan masyarakat dan negara/Pemerintah, yang ada dalam Wilayah Pertambangan tersebut.”

Namun pemerintah mengabaikan sama sekali keiikutsertaan masyarakat yang berpotensi terdampak negatif oleh kegiatan penambangan ini, dengan melakukan renegoisiasi kontrak karya yang langgar ketentuan perundang-undangan.

Informasi lanjut:
Abetnego Tarigan (Direktur Eksekutif Nasional WALHI), 08159416297
Read more...

Tuesday, February 5, 2013

KPK Tetapkan Rusli Zainal Sebagai Tersangka

0 comments

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menetapkan Gubernur Riau, HM Rusli Zainal sebagai tersangka baru kasus dugaan suap pembahasan Peraturan Daerah tentang pembangunan venue PON XVIII. Penetapan politisi partai Golkar tersebut dilakukan setelah melalui proses penyelidikan dan disimpulkan dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik dan lima pimpinan KPK, Jumat (1/2) lalu.

Dari hasil ekspos tersebut diketahui, status untuk Rusli Zainal sebagai Ketua Umum PB PON Riau harus ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka. Menurut salah seorang sumber di KPK, surat perintah penyidikan kasus ini akan ditandatangi pada gelar perkara lanjutan, Rabu (6/2) pagi ini. "Terkait kasus suap PON, kita sudah lakukan gelar perkara. Dari gelar perkara tersebut sudah mengerucut pada kesimpulan dan sudah ditingkatkan status perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan atas seseorang berinisial RZ.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad membenarkan jika status Gubernur Riau, Rusli Zainal telah ditingkatkan ke penyidikan. Peningkatan tersangka terhadap Ketua PB PON 2012 Riau itu, terkait kasus dugaan suap revisi Perda PON dan dugaan korupsi pengeluaran izin pengelolaan hutan di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

"Belum ada surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) untuk Rusli Zainal. Tapi sudah ekspose dan sudah dinaikkan ke penyidikan. Tinggal menunggu Sprindiknya keluar. Rusli Zainal dikenai kasus Pelalawan dan kasus PON," ujar Abraham saat dihubungi, Selasa (5/2) malam.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Johan Budi membenarkan kondisi tersebut. Selain ekspos kasus PON Riau, ekspos juga terkait penyelidikan kasus Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Kabupaten Siak dan Pelalawan, 2005-2006. Ekpose merupakan cara kerja KPK menggali bukti kuat pihak-pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Ekspose itu dilakukan untuk mendapat minimal dua alat bukti yang cukup seseorang layak ditetapkan sebagai tersangka atau belum.

"Memang benar, Jumat lalu, KPK telah ekspose atau gelar perkara terkait kasus PON dan pengembangan kasus di kehutanan. Tapi sampai hari ini, saya belum memperoleh hasil ekspose itu," kata Johan Budi di Jakarta, Selasa (5/2).

Untuk diketahui, seorang saksi dalam perkara suap PON di Pekanbaru bernama Dicky dari PT Adhi Karya mengaku pernah menyerahkan uang senilai Rp 500 juta untuk Gubernur Riau Rusli Zainal melalui ajudannya, Said Faisal alias Hendra. Uang uang berasal dari proyek venue PON itu dibawa menggunakan kardus. Selain itu Rusli juga disebut pernah mengadakan pertemuan di kediamannya dengan unsur pimpinan DPRD dan fraksi di DPRD serta Pansus revisi Perda PON. Dalam pertemuan itu Rusli meminta revisi Perda disegerakan.

KPK memang sedang melakukan penyelidikan pembangunan stadion utama PON XVII dan kasus pengelolaan hutan di Siak dan Pelalawan, Riau. Penyelidikan stadion utama PON dilakukan berdasarkan pengembangan kasus dugaan suap Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2012 tentang pembangunan venue lapangan tembak.

Sedangkan penyelidikan pengelolaan hutan di Kabupaten Siak dan Pelalawan, KPK menggali potensi keterlibatan Rusli yang diduga telah memberikan reromendasi penerbitan surat izin untuk 12 perusahaan di Riau. Kasus ini sendiri telah mempidanakan mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun, mantan Kadis Kehutanan Ria,u Asral Rachman, mantan Bupati Siak Arwin AS, mantan Kadis Kehutanan Riau, Syuhada Tasman, dan mantan Kadishut Riau yang juga bekas Bupati Kampar, Burhanuddin Husin.
Sumber : Focus Riau
Read more...

Monday, February 4, 2013

Redenominasi, Mencermati Sebuah Akal - Akalan

0 comments


Pelaksanaan redenominasi  Rupiah sudah semakin dekat. Meski belum ada dasar hukumnya, BI sudah mensosialisasikan rancangan Rupiah baru.   BI, sebagai entitas di luar Pemerintahan RI, memang memiliki kebebasan penuh mengambil keputusan kebijakan moneter, yang tidak dapat dihalangi oleh pemerintah dan DPR.  Para pejabat BI sedang  meyakinkan masyarakat bahwa redenominasi berbeda dengan sanering. Bahwa penghilangan tiga angka 0 pada Rupiah tidak mengubah nilai tukarnya.

Benarkah klaim BI tersebut?

Redenominasi  adalah teknik baru para bankir dalam merekalibrasi mata uang. Langkah ini  dilakukan karena dua alasan (1) inflasi atau (2) devaluasi.  Atau, kalau bukan  karena keduanya, karena alasan geopolitik tertentu. Ini terjadi, misalnya, ketika berbagai bankir di Eropa bersepakat untuk memiliki mata uang regional Euro, yang mengharuskan tiap negara Uni Eropa  merekalibrasi mata uang nasional masing-masing.  


Bila redenominasi itu dilakukan  karena inflasi, maka  ada dua variasi, yaitu hiperinflasi atau  inflasi sangat tinggi dalam tempo singkat, atau inflasi kronis, yaitu inflasi yang terus-menerus terjadi dalam waktu panjang.
Secara teknis redenominasi mata uang nasional adalah rekalibrasi  mata uang suatu negara  dengan cara mengganti currency unit  mata uang lama (yang berlaku)  dengan  mata uang yang baru, yang dipakai sebagai 1 unit mata uang. Bedanya dengan devaluasi adalah pada yang terakhir ini unit rekalibrasinya adalah mata uang asing, umumnya dolar AS.  Kalau inflasinya sangat besar, maka rasioanya juga akan besar, bisa kelipatan 10, 100, 1000, atau lebih besar lagi. Dalam hal ini, proses itu lalu disederhanakan, dan disebut sebagai “penghilangan angka nol”. Dalam hal Euro rekalibrasi dilakukan atas berbagai mata uang nasional terhadap satu mata uang tunggal baru, yaitu Euro.

Nasib Rupiah

Sepanjang umurnya  yang 68  tahunan Rupiah sudah mengalami berkali-kali rekalibrasi. Yang dicatat dalam buku sejarah di sekolah adalah saat rezim Orde Lama  pada 31 Desember 1965, memangkas nilai Rp 1000 menjadi Rp 1.  Istilah yang populer untuk peristiwa ini adalah sanering. Penyebabnya adalah hiperinflasi. Sesudah Orde Lama jatuh, selama kurun pemerintah Orde Baru, Rupiah juga mengalami berkali-kali rekalibrasi, dengan istilah berbeda, yakni devaluasi. Dalam beberapa tahun awal keberadaan Republik Indonesia Rupiah juga sudah mengalami beberapa kali rekalibrasi.

Begitu  Indonesia diakui kemerdekaannya, 1949, Rupiah dipatok sebesar 3.8 per dolar AS. Sesudah melorot sampai Rp  11.4 per dolar pada 1952 (saat ORI diganti menjadi Uang Bank Indonesia), dan terus melorot sampai Rp 45, melesat menjadi Rp 0,25 pada 1965, berkat sanering Soekarno. Selama Orde baru, atas desakan IMF dan Bank Dunia 
Rupiah didevaluasi pada  Maret 1983, sebesar 55%, dari Rp 415 per dolar  AS menjadi lebih dari Rp 600 per dolar AS. Rupiah, kembali atas tekanan IMF dan Bank Dunia, didevaluasi lagi  pada September 1986, sebesar 45%, menjadi sekitar Rp 900 per dolar AS. 

Dari waktu ke waktu nilai tukar Rupiah terus mengalami depresiasi sampai mencapai angka sekitar Rp 2.200 per dolar AS  sebelum ’Krismon’  1997. Nilai Rupiah kemudian  ’terjun bebas’ pertengahan 1997,  dan sejak itu terus  terombang-ambing – lagi-lagi atas kemauan IMF dan Bank Dunia - dalam sistem kurs mengambang (floating rate), dengan titik terendah yang pernah dicapai sebesar Rp 16.000 per dolar AS,  di awal 1998, dan saat ini fluktuatif di sekitar Rp 9.500-Rp 10.000 per dolar AS.

Jadi, munculnya  gagasan untuk rekalibrasi Rupiah kali ini, dengan cara redenominasi melalui penghilangan tiga angka nol-nya, yakni mata uang  Rp 1.000 menjadi Rp 1,  penyebabnya tiada lain adalah inflasi kronis.



Secara substansial, tentu saja, tidak ada bedanya antara redenominasi dan devaluasi.  Keduanya hanya bermakna bahwa mata uang Rupiah kita semakin kehilangan daya belinya. Kongkritnya  masyarakat Indonesia  semakin hari semakin miskin. Dalam dua tahun terakhir saja, sejak isu redenominasi dilontarkan 2010 lalu, dibandingkan saat ini (2013),  kalau diukur dengan nilai telor ayam saja, Rupiah telah kehilangan lebih dari 25% daya belinya. Dua tahun lalu Rp 100.000 mendapatkan 7  kg telor ayam, hari ini cuma 5 kg.  Tidak ada bedanya apakah Rupiah itu diberi lima angka 0 (Rp 100.000) ataukah digunduli hanya dengan dua angka 0 (Rp 100 hasil redenominasi). Daya belinya sudah tergerus 25% dalam dua tahun.

Penghilangan angka nol itu sejatinya dilakukan karena dua alasan. Pertama, alasan teknis, kerepotan dalam berbagai aspek  pengelolaan mata uang dengan  angka nominal besar. Kedua, alasan psikologis atau tepatnya psikis, karena pada titik  tertentu masyarakat tidak akan bisa manerima harga dengan  nominal yang sangat besar. Tetapi, tujuan mendasarnya, adalah  menutupi kegagalan mata uang kertas untuk mempertahankan daya belinya. Redenominasi hanya menyembunyikan penyakit sejatinya, yaitu depresiasi.

Penyakit inflasi (akut atau kronis)  atau tepatnya penurunan daya beli mata uang kertas (depresiasi) bukan cuma diderita oleh Rupiah. Semua mata uang kertas mengalaminya. Dolar AS  telah kehilangan daya belinya lebih dari 95% dalam kurun 40 tahun. Euro, hasil rekalibrasi geopolitis, yang konon merupakan mata uang terkuat saat ini, dalam sepuluh tahun terakhir,  kehilangan sekitar 70%  daya belinya.  Rupiah?  Lebih dari 99,9% daya belinya telah lenyap  dalam 65 tahun  ini. Maka, fungsi rekalibrasi sebenarnya hanyalah untuk menutupi cacat bawaan uang kertas ini.  Hingga publik tidak merasakan bahwa dalam kurun 68 tahun Indonesia merdeka, kita telah  dipermiskin sebanyak  275 ribu kali!

Rekalibrasi mata uang kertas adalah senjata utama para bankir untuk mengelabui masyarakat atas kenyataan ini. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir ini saja belasan mata uang berbagai negara direkalibrasi: Turki, Siprus, Slovakia, Romania, Ghana, Azerbeijan, Slovenia, Turkmenistan, Mozambique, Venezuela, dll. Yang paling spektakuler, tentu saja, adalah dolar Zimbabwe, yang dalam kurun lima tahun terakhir mengalami tiga kali (2006, 2008, dan 2009)  redenominasi, dengan  menghapus total 25 angka nol pada unit mata uangnya! Toh gagal juga, yang berakhir dengan tidak dimilikinya mata uang nasional Zimbabwe, dan kini menerima dolar AS sebagai mata uang mereka!

Seharusnya BI, dan juga pemeerintah, tidak melakukan redenominasi, tapi mencegah inflasi. Redenominasi justru hanya mengelabui masyarakat dan menyembunyikan inflasi ini.

Salah satu caranya adalah masyarakat diberi pilihan atas  alat tukar yang tidak bisa disanering, didevaluasi atau diredenominasi, artinya tidak dapat dimanipulasi oleh siapa pun, bukan cuma oleh bank sentral atau IMF, yakni alat tukar yang memiliki nilai intrinsik. Pilihan terbaik untuk itu adalah dinar emas atau dirham perak, yang kini mulai beredar luas di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Pada  Januari 2013 dinar emas dan dirham perak, termasuk yang beredar di Indonesia telah  mulai berlaku sebagai alat tukar internasional, dengan kurs tunggal. Mata uang tunggal Islam ini berada di bawah regulasi World Islamic Mint. Setidaknya saat ini ada lima seri Dirham dan Dinar, yaitu Pemerintah Kelantan, Kesultanan Sulu, Kesultanan Kasepuhan, Kesultanan Ternate, dan Amirat Indonesia.

Sumber : Fesbuker Indonesia & arsip-artikel-online.blogspot.com
Read more...

Sunday, February 3, 2013

AWAL PERTEMUAN

1 comments
Fhia Esyahda

Hujan turun begitu lebatnya hingga menghambat perjalanan Sofi yang saat itu pulang dari tempat kursusnya, dia pun memutuskan untuk berteduh di depan sebuah kios lelaki Tionghoa.
“Koh, aku numpang berteduh sebentar ya?”
“Iya, silahkan saja.

 Sambil menyeka rembesan air hujan yang mengguyurnya dia menoleh kekiri dan kekanan lalu menatap lurus ke depan jalanan raya yang kuyup karena derasnya hujan, begitu sepi hanya beberapa orang saja yang terlihat lewat sambil berlari kecil mencari tempat berteduh. Di tengah asyiknya menikmati kesyahduan suara hujan tiba-tiba datang seorang lelaki.

“Numpang berteduh Koh.

Lelaki Tionghoa itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepala. Tanpa menyadari bahwa ada seorang gadis yang sedang bersamanya berteduh di tempat yang sama, pemuda itu mengepak-ngepakkan rambutnya yang basah kuyup diguyur hujan hingga menciprat wajah sang gadis sampai bersin. “Acchiinn, duh”. Pemuda itu kemudian menoleh dengan raut wajah kaget dan berkata “Eh ada orang ternyata disini, maaf.” Dengan senyum kecutnya. Sofi langsung terpana memandang wajah si pemuda, “Sungguh indah memahat wajahmu duhai sang…………” kicaunya dalam hati namun buru-buru memotong ucapannya dan tertunduk menatap lantai kios.

Setelah beberapa lama hujan semakin deras disertai petir yang menggelegar, dengan perasaan yang sungkan lelaki itu kemudian melangkah kesamping menghampiri gadis tersebut dan memberanikan diri untuk berkenalan.

“Maaf, tentang kejadian tadi. Aku benar-benar tidak tahu kalau ternyata mbak ada di dekatku.” Berusaha memekarkan senyumnya.

“Oh iya nggak apa-apa kok.” Menjawab seadanya. Namun dadanya bergetar hebat
“Hmm,,, kalau boleh tahu nama mbak siapa?” memberanikan diri berkenalan.
Gadis itu tak menjawab, hanya menoleh sebentar kemudian menatap lagi ke jalan raya.
“Oh, maaf kalau aku salah ngomong.” Kata si pemuda
“Namaku Sofi, Aina Sofia.” Sambil mengulurkan tangannya berniat menjabat.
Dengan senyum pemuda itu menjawab “Aku Yudi, Yudistira Pratama.” Menjabat tangan sang gadis.
Mereka pun berkenalan dan ngobrol layaknya orang yang baru bertemu. Akhirnya hujan reda juga setelah kurang lebih hampir 2 jam mengguyur semesta. Obrolan mereka pun berakhir.
“Mas Yudi, aku duluan yah” kata Sofi
“Iya, iya, hati-hati dijalan mbak Sofi”

Sofi pun pergi meninggalakn kios itu dengan sedikit berlari kecil, karena waktu itu Sofi tak memakai kendaraannya sebab jarak antara tempat kursus dan rumahnya tidak begitu jauh.   “Ayu sekali paras gadis itu, senyum yang tersungging di bibirnya begitu indah, sederhana namun bersahaja. Aina Sofia nama yang indah” ujarnya dalam hati. Ternyata Yudi melupakan sesuatu, “Ah, kenapa aku lupa menanyakan alamatnya.” Sambil menyentakkan kaki di lantai. Buru-buru dia mengendarai motornya dan mengejar Sofi yang belum terlalu jauh.

“Piiip piiippp” Yudi membunyikan klakson motornya.
“Eh Mas Yudi, ada apa lagi mas? Ada yang ketinggalan tadi?” Sofi menoleh, bertanya keheranan
“Iya mbak Sofi, aku lupa nanyain alamat mbak dimana?he…. he…”
Dengan senyum khasnya Sofi menunjuk ujung jalan “Itu di depan sana mas, sebelum belokan itu rumah aku.” Kemudian menawarkan “Kalau mas Yudi mau mampir silahkan saja, nggak apa-apa. Karena hujan juga belum reda banget, kan?”  

Yudi tersenyum sumringah “Kalau mampir sekarang boleh nggak mbak? Ya nggak ada maksud lain sih, cuma pengen liat rumah mbak aja.” Sofi mengangguk tanda mengiyakan.
“Naik aja ke motorku mbak, biar ku bonceng sampai depan rumah.” Usul Yudi.
“Makasih mas tapi udah dekat kok, biar aku jalan kaki saja.”

Setelah sampai di depan pagar rumah Sofi, Yudi pun memarkir motornya, di garasi terlihat sebuah motor keluaran terbaru yang memang hanya cocok untuk seorang wanita. Lalu di ajak oleh Sofi untuk masuk. “Mari silahkan masuk Mas Yudi, maaf rumah Sofi berantakan.” Sela Sofi. “Oh tidak, tidak. Rumah serapi ini masih mbak Sofi bilang berantakan? Wah,sampai segitunya dengan kerapihan.” Mereka tertawa berbarengan.

Sembari melihat-lihat isi rumah Sofi yang terbilang sederhana namun desain interiornya sangat indah dan eksotik,coretan warna disetiap dinding terlihat sangat menyatu dengan pernak pernik yang ada di dalam rumah itu, menandakan si penghuni rumah sangat menyukai seni. Yudi tersenyum takjub. Memang kedua orang tua Sofi adalah seorang seniman, dua-duanya pelukis. Kemudian Sofi datang dengan membawa secangkir teh hijau hangat asli dari Jepang di iringi dengan seorang wanita paru baya.
 “Kenapa mas Yudi?” suara Sofi mengagetkan Yudi yang sedang asyik menikmati seluruh keindahan rumah itu, lalu menoleh.
“Eh mbak Sofi, aku benar-benar terpesona dengan keindahan lukisan disana” sambil menunjuk sebuah lukisan seorang gadis berparas ayu.
 “Oh itu hadiah ulang tahunku mas, dari almarhum Papah” kemudian menyuguhkan secangkir teh hangat dari Jepang itu.
“Oh ya mas, kenalin ini Mamah”, “Mah, ini mas Yudi. Pemuda yang aku ceritakan tadi.”
Wanita paru baya itu tersenyum lalu menyalami Yudi, Yudi pun membalas “Yudi. Yudistira Pratama, tante.”
Mereka pun ngobrol, dan keakraban mulai tercipta di antara mereka. Tanpa sungkan Yudi lalu menunjukkan kepiawaiannya memainkan piano di depan Sofi dan Mamahnya.

A

Read more...

KIRI ATAU KANAN

0 comments

Setelah berhari-hari aku mengembara di hutan belantara, menyusuri sungai, menyusuri gua, naik gunung turun gunung, melawan semua rasa lengah, melewati bukit dan jurang, kupenuhi hasrat tubuh dan jiwaku dengan mendirikan tenda dan membuat api unggun, dinginnya malampun  terasa bersahabat di badanku, badai yang sesekali datang menyapa dan merobohkan tenda, kabutpun selalu setia menemaniku, dan terdengar pula deras arus sungai dari kejauhan yang menambah suasana malamku semakin sedap.

Dan keesokan harinya, setelah kulangkahkan kaki yang sedikit ada lecetnya berlkilo-kilo, sampailah aku di sebuah suasana yang baru, aku menemukan sebuah jalan kira-kira beda dari biasanya, di sepanjang jalan itu banyak sekali bunga-bunga yang elok mempesona bertaburan disana sini, menawan dan memikat hati untuk terus melihatnya tampa ada rasa jenuh sedikitpun, kupu-kupu pun yang berterbangan kesana kemari dengan sayapnya yang indah beragam macamnya, akupun berjalan dengan riang dan senang hati, seribu satu macam nyanyian dan puisi cinta kulontarkan dengan begitu asyik dan merdunya, yang menegaskan bahwa aku sedang terhipnotis dengan suasana dan hatiku memang sedang berseri-seri.

Karna terpenjara oleh keasyikan rayuan persembahan alam, tidak terasa mataharipun mulai bergeser kearah ufuk terbenamnya. Aku masih berjalan dan berjalan, langkah demi langkah, dan tidak lama kemudian maka sampailah aku disebuah persimpangan jalan, akupun bingung, karna kebingungan, akupun memutuskan untuk tinggal istirahat , karna menerima rekomendasi dari tubuh, bahwa energinya sudah kuperas seharian, maka imamku pun mengirimkan mandat kepadaku segera, bahwa aku harus menghentikan dulu perjalanan barang sejenak, tubuhkupun kurebahkan di  dekat akar kayu yang ukurannya lumayan besar. Sambil  menghela nafas dan berfikir, akupun tak sadarkan diri dan terbawa arus dinginnya tempat itu sehingga aku tertidur lelap.
Di dalam tidurku, aku bermimpi di datangi seseorang yang mirip sekali dengan diriku, dari ujung rambut sampai ujung kuku, dari sepatu hingga topi, tidak ada bedanya, sangat mirip sekali. Diapun menghampiriku dengan pelan-pelan, tampa ada kata-kata sepatahpun, dia hanya mengeluarkan bahasa isyarat, dan menjelaskan kepadaku dengan menunjukkan bahwa jika aku mengambil jalan kekiri, maka aku akan kembali pada tempat dimana tenda kudirikan dan di robohkan oleh badai malam  yang buta, tetapi jika aku mengambil jalan kekanan tunjuk bahasa isyaratnya, maka aku akan menemukan jalan yang baru, tetapi masih misterius, seperti apa dan bagaimana lukisan perjalananku nanti jika jalan itu yang kulalui, apakah menyenangkan atau sebaliknya menhancurkan bangunan konsep kehidupanku.   Setelah dia selesai mengayung-ayungkan telunjuknya denganmenjelaskan pilihan jalan yang ada di depan, diapun menatapku dengan tersenyum, akupun merasa penasaran dan  bertanya kepanya dengan nada yang rendah,” siapakah gerangan tuan ini, kenapa tuan ini mirip sekali dengan saya???” sekali lagi, mulutnya tetap mengatup, dia hanya tersenyum, kemudian tubuhnya berangsur-angsur mengecil dan masuk di tubuhku melalui mataku, aku hanya terdiam melihat semua kejadian ini .

Setelah itu aku langsung terbangun, kebetulan tidak jauh di belakang tempat tidur aku tadi ada sungai, tampa berpikir panjang dan banyak neka neko, segera kebuka semua pakeanku dan turun ke sungai itu untuk menyegarkan sekaligus membersihkan tubuhku, airnya dingin sekali dan terasa sampai ke tulang. Setelah mandi dan ganti pakaian, akupun mengeluarkan kompor medan dan memasak air untuk secangkir kopi labbo, karna katanya dari seorang sahabat, “jangan mengaku orang bantaeng, kalau belum coba kopi labbo”. Walhasil pemikiran yang terinspirasi dari secangkir kopi, dengan banyak perrimbangan karna melihat sikond (situsi dan kondisi) yang tidak memungkinkan, maka imamku mengeluarkan fatwa dan bersabda, bahwa aku harus tinggal di tempat ini beristirahat hingga senyum sapa hangatnya mentari dan kicauan burung di pagi hari membangunkanku.

Asbar Jaya
Macazzart, 21 januari 2013
Read more...

Saturday, February 2, 2013

Mereka Bicara

0 comments
Sabri Bantaeng

Aku terkadang PD dan tak peduli kata mereka. Mereka bicara tentang diriku, merka perhatikan bentuk dan sikapku. Mereka berkomentar atas kebiasaan kebiasaanku dan bahkan mereka berkumpul membicarakanku, sesekali mereka menegurku. Hal yang paling pedas, karena mereka berkomentar atas pergaulanku, kepada siap aku bergaul. aku ada hubungan apa denagan teman bergaulku itu.

Aku kadang berpikir, kenapa seperti itu. Adakah yang salah dari kebiasaanku ini?. Pada hal ini sering aku lakukan, namun bukan disini. Tetapi diwilayah lain. Dan selama itu tak ada komentar.  Begitu juga dengan teman temanku. Aku melihat mereka dengan gaya yang sama dengan apa yang kulakukan sekarang, kok mereka ngak kena komentar dari “mereka dan mereka”.

Apakah ada hubunganya dengan wilayah yang berbeda?. Apakah karena mereka ada dikampung/Desa? Apakah hal ini tak bisa diterima di kampung?. Apakah Desa/Kampung beda dengan Kota Metropolitan?. Oh ... iya aku baru mengerti, ternyata ada hal yang takboleh dilabrak jika aku disisini (Di Desa/Kampung ini). Kebiasaan kebiasaan masyarakat intinya. Pandangan mereka berbeda dengan pandanagan masyarakat perkotaan. Wajar jika aku perlihatkan sesuatu yang menurut mereka hal luar kebiasaan, dan mereka angkat bicara dan mengatakan ini salah (ponis mereka).

Kalau aku sebutkan, ada tatanan yang terbungkus oleh Adat (kebiasaan kebiasaan) masyrakat yang tak boleh aku kesampingkan/ terobos.  Karena jika itu kulakukan maka aku bisa diponis bersalah. Dan akan berakibat, mereka tak menerimakau lagi berada dalam kegaulanya (Ruang lingkup sosialnya). Hal ini tak boleh terjadi, karena aku punya niat untuk tetap bersama dan bergaul dengan masyarakt Desa/ Kampung. Aku harus sadar, aku memiliki pengatahuan yang bisa lebih dan bisa bermafaat oleh mereka. Aku punya identitas yang uda terlanjur dikenal merka baik. Lalu haruska aku di ASINGKAN karena aku melakuakan hal diluar kebiasaan mereka . Melanggar kebiasaan mereka menjdaikanaku faham atas identitas diriku.

Hal yang harus aku perhatikan, termasuk teman temanaku juga harus memperhatikan ini. Diantaranya... Baca dan fahami dimana aku/kamu berada. Baca dan fahami adat (Kebiasa kebiasaan) masyarakt Desa/Kampung. Janganlah kamu samakan Desa dan Kota (Perilakumu), jika perlu jaga imagemu sebagai orng yang berpengatahuan. Relala mendengar nasehat para tetua dan para sahabat sahabatmu, karena itu untukmu dan untuk kita semua. Jagalah lingkaran kita yang perna kita buat, jangan biarkan hancur perahu kita karena hal yang terkenal, dan uda pepuler menghancurkan kerajan Troi dan Sparta.

Kenapa mereka bicara...? merekat terus membicarakan kita, karena merka ingin kita terus bersama mendayung perahu kita. Mereka tidak tega melihat badai, ombak menghancurkan kita.
Fahami dan maknai kalimatku ini jika tak ingin aku buang ketempat yang menjijikan..
Read more...

Bangkit Melawan Atau Diam-Diam Makan Di Waroeng

0 comments

Asbar Jaya
Mungkin di kalangan mahasiswa, sudah tidak terdengar asing lagi di telinga mereka dengan kata “aktivis”, apalagi bagi mahasiswa yang memang sering turun kejalan dan lantang meneriakkan kalimat-kalimat kebenaran, keadilan, dan ketertindasan oleh sebagian lapisan atau kelompok masyarakat. Berdemonstrasi dan memblokir jalan sehingga arus transportasi macet total, bagi mereka yang  menyuarakan aspirasi kaum yang tertindas adalah harga mati, dan mungkin kalau ditanya, ini mungkin ya, siapa yang sepakat demonstrasi itu baik, siapa yang mau mendukung kawan-kawan kita untuk turun kejalan, atau teriakan mahasiswa itu adalah suara amarah kemuliaan, maka yang pertama kali mengangkat kepalan tangan adalah “saya”. Dengan berdemo maka aspirasi kita akan sampai pada objek yang menjadi sasaran teriakan kita, dengan berdemo berarti  mempertegas integritas kita sebagai mahasisswa yang tidak mau melihat penindasan dan kesewenang-wenangan itu terjadi dimana-mana, sungguh mulia perjuangan para senior-senior kita, kawan-kawan kita, yang mengucurkan keringat, rela menghiraukan panasnya terik matahari dan bahkan rela mengorbankan nyawanya sekalipun bila itu sudah menjadi sebuah keharusan.

Betapa kejamnya para aparat-aparat militer negara, yang siap membinasakan mereka setiap saat, tapi mereka ikhlas melawan semua itu demi terciptanya sebuah tatanan demokrasi yang sebenar-benarnya. Ini merupakan sebuah perjuangan yang patut di acungkan jempol dan butuh di apresiasi, inilah sebuah cerminan yang pantas bagi kita sebagai manusia-manusia yang ingin menjadi insan-insan yang tercerahkan, jika perjuangan mereka betul-betul berbasiskan hati nurani dan niat suci yang luhur, dan itulah kata-kata yang wajib kita garis bawahi.

Kalau kita berbicara masalah demonstrasi, dalam pandangan saya ini adalah sebuah gerakan yang sungguh baik dan luhur, dan kalau kita menoleh sejarah kebelakang ternyata demonstrasi ini  punya sejarah pantas untuk di catat. Demonstrasi ini bagaikan sebuah warisan yang turun temurun, dari generasi ke generasi terus berlanjut. Kalau masih jadi mahasiswa, masih suka turun ke jalan berdemo, tapi kalau sudah selesai, itu tidak lagi dan stop sampai disitu, maka ada lagi yang namanya regenerasi atau generasi pelanjut tongkat estapet, dimana generasi inilah yang melanjutkan lagi perjuangan para senior-senior yang dulu. Entah seperti apa dan bagaimana alasannya sehingga senior-senior kita yang dulu redup redam bara api perjuangannya, kalau mau tau bertanya langsung sama orangnya. Tapi kalau bisa saya menerka nerka, itu tidak lain dari desakan ekonomi yang menggelitik, dimana lagi adatanggung jawab keluarga yang harus di biayai, dan semua orang pasti mengingingkan yang namanya kesejahteraan, semuanya pasti mengingingkan yang namanya keharmonisan dan kebahagiaan, kenapa banyak kawan-kawan kita yang turun kejalan dan berteriak menyuarakan aspirasi, itu karna kita mengingingkan sebuah keharmonisan sebuah kebahagiaan, kenapa sebagian besar orang bekerja dari pagi sampai malam, dan sering kali tidak menghiraukan rasa capek, seolah olah bahwa dia bekerja baru saja beberapa jam, karna kita ingin hidup bahagiah

Saya sempat berfikir bahwa, para elit-elt, para pejabat-pejabat kita hari ini kan pernah menjadi mahasiswa juga, dan tentunya sangat jelas dalam benak kita bahwa mereka juga pernah melakukan hal yang serupa dengan gerakan kawan-kawan kita hari ini, tapi kenapa begitu ya??? Perubahan paradigma berfikirnya sangat nampak sekali, dan hampir tidak mengenal lagi yang namanya hati nurani atau perasaan saling kasih mengasihi, yang ada hanya saling menghabisi, bertarung memperebutkan tahta kekuasaan, dan kalau urusan dan kepentingan rakyat menjadi nomor kesepuluh. Semasa mahasisswa, mereka sangat giat menyuarakan aspirasi-aspirasi masyarakat dimana mana, menjadi penyambung lidah rakyat, tapi kalau masuk di parlemen pemerintahan, mereka sudah tidak idealis lagi, konsep idealis adalah konsep yang kuno yang tidak konteks dan tidak asyik bagi mereka, begitu hebatnya virus kekuasaan, dan saya melihat ini turun temurun, sungguh sebuah warisan yang harus di bakar sampai menjadi abu dan tidak boleh ada jejaknya yang tersisa sedikitpu.
Dan yang paling anehnya lagi, di negeri yang lucu kita ini, banyak diantara kawan-kawan kita hari ini, katanya  turun kejalan dan berdemo karna sebuah ketertindasn dan murni dari aspirasi, ternyata hanyalah sebuah omong kosong belaka, ,agar terdengar bahwa mereka idealis dan sangat mengecam pemerintah yang sewenang wenang, mereka turun kejalan berteriak teriak sampai suaranya berubah dari normalnya, karna ada perselingkuhan-perselingkuhan politik, ada kongkong kali kongkong dengan pihak pihak di birokrasi, dan inilah yang dimaksud dengan menjual gerakan, berdemo karna mendapat suntikan dana, dirinya sudah terjual oleh politisi yang menggunakan mulutnya untuk menyerang lawan politiknya, ini tidak wajar kan, masa seorang yang katanya rausyan fikr, insan-insan yang tercerahkan melakukan hal yang seperti itu, ini sungguh diluar batas kewajaran. Inilah benih benih, bibit bibit unggul koruptor dimasa yang akan datang, ingatlah negara kita ini sudah cukup menderita karna korupsi, masa kita mau dan tega menambah nambah lagi parahnya, tidak adakah rasa kasihan sedikitpun melihat begitu banyak fenomena fenomena yang terjadi di negeri ini, begitu banyak rakyat yang di rampas haknya, begitu banyak anak anak yang terlantar di jalanan yang selalu mewarnai hiruk pikuknya kendaraan yang berjejeran di jalan protokol

Dulu ketika para aktivis mati tergeletak di depan gedung DPRD PUSAT, dimana masa masa keruntuhan rezim soeharto, semboyang para aktivis yaitu “bangkit melawan atau diam tertindas” itu masih pantas dan membuat kita bangga mengatakannya, tapi sekarang itu tidak lagi, kalimat itu tidak wajar lagi kita lontarkan sebagai tanda perjuangan, itu tidak konteks lagi, sudah tidak realistis. Dan yang pantas kita katakan sekarang hanyalah BANGKIT MELAWAN ATAU DIAM DIAM MAKAN DIWARUNG, dan ini benar, apakah kita betul-betul murni berjuang karna berlandaskan niat dari aspirasi yang berbasiskan hati nurani atau kita berteriak teriak, menghabiskan suara kita di tengah jalan karna kita berselingkuh dengan anjing anjing negara, apa bedanya dengan mereka pejabat pejabat birokrasi yang busuk???? Dan inilah yang disebut dengan PELACUR PELACUR INTELEKTUAL, jadi tidak ada yang pantas kita katakan hari ini selain BANGKIT MELAWAN ATAU DIAM DIAM MAKAN DI WARUNG, ok coy???
Read more...