Bahtiar Ali Rambageng |
KOSKAR lahir dan tumbuh dari hati,
besar dengan semangat keilmuan anak
desa
berkembang dengan semangat
perkaderan, kekuatan ide
kemudian menjadikan nalar kolektif
sebagai rekayasa kontinuitas lembaga,
jiwa membina dengan altruisme
sosiologis,
kemanusiaancita serta visinya adalah
menjemput paradaban gemilang di masa
depan
untuk generasi, kebebasan dan
kemanusiaan
KOSKAR PPB yang lahir 10
mei 1989, Pendirian KOSKAR pada tahun 1989 diharapkan menjadi lembaga
diskusi alternatif bagi anak-anak Tompobulu selain HPMB sehingga penamaan
KOSKAR pada saat pertama adalah KOSKAR PP-TB alias Kelompok Studi dan Karya
Putra Putri Tompo'bulu kemudian menjadi KOSKAR PPB saat MUSTA di Dampang tahun
2004 serta jawaban KOSKAR PPB atas perkembangan luar biasa yang dialami baik
dengan bertambahnya kader, pemikiran yang ikut berkembang, kesadaran semakin
maju dan adanya cita-cita besar kedaerahan.
Perkembangan ini menjadi catatan
sejarah penting untuk melihat kelembagaan KOSKAR PPB, KOSKAR sebagaimana
harapan pendahulunya kini telah memiliki perkembangan luar biasa baik dari segi
kultur maupun penataan perkaderan dan sistem. Penatan ini bisa dilihat dari
visi misi KOSKAR tahun 2012 "Terbinanya kemampuan Intelektual-Emosional-Spritual
Putra-Putri Bantaeng guna tercapainya Insan yang tercerahkan demi terwujudnya
tatanan masyarakat yang diridhai Allah SWT ".Penerjemahan visi
dan misi KOSKAR PPB dalam beberapa aitem penting.
pertama makna terbinanya menegaskan eksistensi
KOSKAR PPB merupakan organisasi yang melakukan pembinaan, penataan dan
pemberdayaan kepada para kader dan pengurusnya. Pembinaan ini mewujud dalam
bentuk kegiatan perkaderan dan kepengurusan, baik perkaderan LKD, LKM, CI,
Quantum, advokasi, praktik sosial, menata karir semua dipotret dalam kerangka
pembinaan, atau pendidikan. Kedua kemampuan
intelektual, intelektual dalam hal ini menegaskan bahwa KOSKAR PPB sebagai
organisasi perkaderan menata kualitas para kader dan pengurusnya untuk tetap
setia pada garis intelektual sehingga parktik-praktik kelembegaan selalu di
potret dalam posisi penataan kualitas intelektual alasannya jelas di dalam
Al-Quran Allah SWT menegaskan "ditinggikan
derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan oleh Allah SWT". Dengan penataan kualitas
keilmuan anak-anak KOSKAR akan mampu berdinamika dengan zaman bahkan
menciptakan perubahan, sejarah telah mengajarkan kepada kita, Yunani baik pra
Socrates maupun pasca Socrates bisa bangkit karena adanya kelompok kecil
masyarakat yang setia terhadap pencerahan, baik Hereklaitos, Parmenides maupun
Plato dan Aristoteles. Begitupun dengan paradaban Islam yang memiliki banyak
tokoh-tokoh intelektual baik Ibnu Sina sebagai pakar kedokteran modern maupun
Ibn Rusyd yang menjadi bapak rasionalisme yang banyak mempengaruhi
pemikiran-pemikiran lahirnya abad pencerahan di Barat.
Sementara yang ketiga KOSKAR PPB akan menjadikan kecerdasan emosional sebagai hal prioritas, penegasan
kecerdasan emosional ini karena intelektualitas tidak akan cukup untuk
mengobati kebodohan manusia. Seseorang yang cerdas namun tidak memiliki mental
atau emosional yang baik akan muda marah, tersinggung, pikirannya akan sulit
teratur dalam dinamika yang keras baik pada ranah politik maupun pada tataran
advokasi sosial sehingga penegasan kecerdasan emosional menjadi jawaban yang
paling tepat untuk mengun kualitas individu. Model penataan kualitas emosional
kader-kader KOSKAR PPB bukan hanya dalam forum-forum resmi namun juga pada
ranah sosial dan konflik, di dalam penataan sosial dan konflik inilah akan
terlihat siapa anak-anak KOSKAR PPB yang mampu menjiwai nafas perkaderan
emisonal jika ada kader yang tidak mampu mengontrol emosinya, tidak mampu
menempatkan masalah organisasi, pribadi, sosial, apa yang bisa dilakukan ke publik
dan yang tidak bisa di ekspos maka secara otomatis gagal menerjemahkan gagasan
perkaderan pencerahan emosinal.
Ketiga KOSKAR PPB memiliki visi pencerahan spiritual, kesadaran
spiritual dimaksudkan menyandarkan diri manusia pada kebenaran mutlak sebab
puncak tertinggi kebenaran adalah yang ilahi. Dalam Al-Qur'an sendiri
dijelaskan proses mencapai kecerdasan itu adala 3 poin, aenal yaqin, ilmal
yaqin dan aenul yaqin. 1. proses penginderaan(aenul yaqin) atau epitemologi
yang berbasis kesadaran empirik atau ke enam indera manusia, indera sebagai
alat mengenali kebenaran berfungsi untuk mengelkan realitas lewat pandangan
langsung namun pandangan memiliki keterbatasa sehingga penegasan alinnya 2.
bahwa manusia memiliki akal (ilmul yaqin) yang menjadi landasan argumentatif
atas kebenaran. Seseorang bisa mengenali alam dengan pandangannya namun
kualitas pengenalannya akan sangat terbatas seperti jika kita melihat matahari
maka secara otomatis lebih kecil dari bumi namun saat dilakukan pendalam dan
proses metematik logis ternyata matahari lebih beras dibandingkan Bumi,
disinilah pentingnya membangun kesadaran epistemologis rasional, 3.
Epistemologi irfani atau pengenalan akan kebenaran yang hakikat dengan
pendekatan qalbu tanpa mengabaikan fungsi-fungsi akal secara normatif.
Pengenalan kebenaran dengan pendekatan hati ini dikenal dalam Al-Qur'an haqqul
yaqin, kemampuan tertinggi pengenalan atas kebenaran ini karena subjek yang
mengenali dengan objek yang dikenali adalah satu tak terpisahkan atau proses
pengilmuannya lebih banyak pada proses khudiri, proses meresapi dan menyelami
makna.
Kebenaran berbasis spiritualitas
adalah proses menjalani hidup dengan menghadirkan proses teologis, proses
menuhankan tuhan dalam diri dengan melakukan penyelaman akan hakikat diri
karena dengan mengenali diri maka tuhan akan ikut dikenali sebagaimana falsafah
arab "man arafah nafsahu faqad
arafah rabbahun", siapa
yang mengenali dirinya maka dia ikut mengenali tuhannya. Konsep kearifan
teologis, bahwa tuhan atau Allah SWT sebagai sumer inspirasi, aspirasi,
motivasi dan inisiasi hidup menjadi penggerak segala aktivitas hidup manusia
untuk menyelami pemaknaan diri sehingga bentuk aktivitas dan rutinitas
kehidupan adalah penjiwaan akan makna tauhid sosial, tauhi rububiyah dan tauhid
nafsiyah.
3 poin di atas bentuk penafsirannya
dalam konteks dan konten kelembagaan, sosial, bernegara dan bermasyarakat
diterjemahkan dalam aitem keempat
tercapainya insan tercerahkan. integrasi ketiga kesadaran
bangunan kader KOSKAR PPB yakni, intelektual, emosional dan spiritual membentuk
kualitas pribadi terscerahkan, berwawasan luas, memiliki pandangan yang lugas,
dinamis mengikuti perkembangan zaman, mampu menata struktur sosial secara arif
dan menjadikan segala prinsip perjalanannya pada argumentasi tauhidiyah. ketika model ini sudah mampu
diterapkan maka manusia atau kader KOSKAR sebagai mana pemikiran Ali Syariati
telah melampaui 4 penjara kemanusiaan, penjara, biologis, penjara alam, penjara
sosial dan penjara ego sehingga manusia yang telah sampai kesini telah
menempati posisi kemakrifatan puncak atau puncak kearifan dalam istilah arabnya
memberikan kemuliaan nama insan kamil.
Insan Kamil adalah manusia
yang sempurna dalam kehidupannya, karena segala geraknya adalah kerak ketuhanan
yang utuh dalam perpaduan kualitas diri yang dianugrahkan, akal, indra dan
hati.
KOSKAR PPB mungkin sepenuhnya belum
mampu mencapai cita-cita besar ini namun semangat penjiwaannya akan
mengiri kehidupan para kadernya walau ada dinamika yang sepenuhnya belum mampu tercapai
namun harapan itu ada sebagai pondasi kesadaran universal. pada konteks
kesejarahan KOSKAR PPB telah melakukan metamorvosis dalam penegasan visi
misinya dan rekayasa menuju terwujudnya agenda tersebut namun dibalik itu pada
wujud sosiologis, organisatoris maka masih banyak hal yang perlu diapreasi oleh
lembaga.
Refleksi Historis KOSKAR PPB
Pada perjalanan KOSKAR nampak dalam
dinamikanya naik turunya reting perkaderan dan peran dan fungsinya baik sebagai
organisasi perkaderan maupun organisasi perjuangan. Awal berdirinya KOSKAR tak
lebih hanya sebatas organisasi kumpul-kumpul saja untuk berbagi ide, gagasan
bagi sebagian besar anak-anak muda Tompo'bulu namun pada masa Firman Suli
KOSKAR mulai melakuakn rekayasa diskusi dan perkaderan yang diperkuat pada masa
Subhan Ya'kub dan Sirajuddin Umar. Pada tahun 2002 saat sampai 2007 KOSKAR
lebih banyak dikenal sebagai organisasi advokasi, perkaderan dan ketokohan
individu yang pada waktu itu ketua umumnya Sirajuddin Umar. Kemampuan
Sirajuddin Umar dalam menyampaikan ide, pikiran, rekayasa strategis sosial
membuat banyak anak-anak KOSKAR mengidolakannya sehingga mulailah muncul
istilah Sirajuddinisme, upaya menjadikan SIRajuddin Seabagai aikon.
Kondisi sebuah organisasi yang
menempatkan individu sebagai sebuah aikon, tokoh kharismatik biasa akan
mengalami masalah sistemik. Sistem kadang terlemahkan, konstitusi tidak menjadi
penajam dalam kelembagaan, kualitas individu hanya diukur dari ketokohan
individu yang akan berimplikasi pada garis perkaderan monoton. Konteks
perkaderan monoton yang penulis maksudkan bahawa kepribadian, sifat dan gagasan
persolan seorang tokoh kharismatik menjadi standar dasar kebenaran sehingga
ide-ide kreatif lainnya menjadi terbungkam, tertutup dan tidak mampu
berdinamika.
Potensi perkaderan dengan banyaknya
kader KOSKAR dengan konsep kepoloporan membuat perumusan dan rekasaya
organisasi terhambat dan mengalami ketergantungan personal yang berakibat
standarisasi perkaderan dan rekayasa mengalami kemunduran. Semua stigma akan
muncul bahwa kesuksesan standarnya adalah dimasa SIrajuddin Umar ditandai oleh
semangat kritis dan advokasi sosial, tentu pandangan ini sangat merugikan
potensi lainya dan semangat perkaderan dan rekayasa profesionalisme berbasis
skill. Bagaimana bisa profesional jika semua mainstrim hanya kritis dan
advokasi standar kebenaranya? padahal zaman telah berubah jika tidak melakukan
pengawalan kreatif akan mencipatakan perkaderan yang stagnan.
Semangat romantisisme historis dalam
KOSKAR tahun 2010 sampai saat ini masih terjiwai dalam mental dan alam bawah
sadarnya, padahal seharusnya rekayasa kearah baru, profesional dan kesadaran
yang lebih objektif berbasis skill sudah harus menjadi salah satu landasan
baru. Romantisme historis bukan
hanya membuat kesadaran individu tidak kreatif namun juga terjangkiti semangat
untuk tidak berubah.
Nalar Kolektif KOSKAR PPB
Atas dinamika politik, perkaderan
dan perubahan zaman kader-kader KOSKAR PPB mulai tumbuh dari berbagai provesi,
baik tentara, aktivis, PNPM, Kepala desa, Guru, Pengusaha, Dosen, PNS dan
profesional membuat konsep kelembagaan KOSKAR mengalami kelemahan dalam
menjawab perubahan drastis. kalau pada 2004-2008 nalar kesadaran kritis menjadi
penjiwaan dengan ketokohan personal namun dengan banyaknya anak-anak muda
kreatif, profesional ketokohan dan kritis semata tidak cukup sehingga konsep
kepemimpinan baru digagas di kongres pada tahun 2010 dengan prinsip
"kepemimpinan kolektif dan kesadaran kritis konstruktif".
Kepemimpinan kolektif inilah awal
mula sebuah perubahan KOSKAR yang menempatkan sistem kelembagaan lebih
otoritatif dari pada otoritas kepemimpinan. Penjiwaan sistem kepemimpinan
kolektif akar berlembaga dalah ide, gagasan dan sistem yang saling mengevaluasi
sehingga terbentuk tatanan kepemimpinan kolektif kolegia. Rumus kepemimpinan
kolektif berada dalam kerangka, partisipasi, akuntabilitas, responsibilitas,
konsolidatif, kritis objektif dan semua kebijakan lembaga menginisiasi ide-ide
yang berkembang dari akar. Patronnya adalah bahwa kesadaran yang berakar dari
kolektifisme adalah mewujudkan sistem keterlibatan, tidak ada lagi patron
tunggal namun yang ada adalah ide, kreasi dan rekayasa bersama berbasis pada
logika passianakkan.
Walaupun dalam terminologi ini tidak
ada lagi patron namun dalam rumus siana' menurut defenisi jenderal Halik,
selalu ada proses untuk menjadi siana', tidak mungkin semua siana' lahir dalam
waktu bersamaan sehingga tetap ada yang namanya daeng, ada yang namanya andi'.
Inilah adat struktur kesadaran kolektif yakni rasa persaudaraan sebagai ikatan
dasarnya.
Mungkin rumus kepemimpinan kolektif
telah ada tetapi kesadaran personal para kader masih menempatkan para seniornya
dalam terminoligi puang, atau yang memiliki kualitas lebih sehingga rekayasa
perkaderan atas partisipasi berbasis di bawah atau basis belum sepenuhnya
maksimal.
Menjiwai Nalar Kolektif KOSKAR PPB
Selepas kongres di bate balla' tahun
ini (2012) banyak perkembangan yang terjadi dan juga dinamika perkaderan yang
menjadi bacaan tersendiri oleh penulis. Perkembangan yang diraih KOSKAR karena
telah berhasil menerapkan kepemimpinan kolektif dengan terbentuknya 3 presidium
pusat, Rahman, Ediyatma dan Hamzir jaelani ketiganya terpilih dalam proses
politik yang sehat tanpa aikon kampanye dan simbol-simbol otoritas individu
namun disisi lain ada dinamika yang berkembang bahwa perlu ada lembaga kontrol
yang harusnya menjadi lembaga evaluasi kepemimpinan.
Ide ini menarik dan salah satu orang
yang ikut memikirkannya adalah Arga, sedikit banyak Abdul Halik ikut merespon dengan
positif demi menjaga dinamika kelembagaan yang sehat. namun persolannya
kemudian banyak juga yang menolak ide ini baik Rahman, Sabri, Supriadi memang
tidak bisa dipungkiri bahwa gagasan kepemimpinan kolektif akan memiliki tingkat
keterbukaan dan partisipasi yang tinggi karena landasannya telah memangkas
otoritas tunggal yang merubah diri menjadi sistem dan mekanisme berbasis ide
kreatif. Kelahiran ide ini merupakan bagian dari dinamika yang sehat termasuk
respon yang menerima maupun yang menolak, tetapi intinya ada dinamika yang
tumbuh dan memperlihatkan bahwa sistem kontrol di KOSKAR telah berjalan secara
baik, inilah pembelajaran demokrasi dan kepemimpinan yang sehat (good
govermence).
Walaupun pembentukan Formasi adalah
pikiran yang jernih namun kepemimpinan kolektif tetap menjadikan standar
kebijakan pada AD/ ART, pada AD/ART yang belum membahas kebijakan pembentukan
formasi sehingga legitimasinya tidak ada secara konstitusional namun ada sistem
dan kultur yang kuat membuat ide ini tetap menjadi konsumsi kader.
Sebenarnya ide formasi jika dijiwai
dengan semangat kolektif harus mampu dijawab namun tidak boleh diabaikan,
siana' Sabri Garuda Selatan memberikan masukan dalam sebuah diskusi lewat facebook dengan
penulis menyatakan yang dibutuhkan dewan kode etik. Seemnatara pak halik
menginginkan kelembagaan ini harus diakomodir lewat pleno agar memiliki
legitimasi, pertemuan ide ini jelas ada jika rekayasa dipahami kearah nkesarana
kolektif sehingga pembentukan dewan kode etik kelembagaan akan sangat efektif
sebagai pengganti formasi yang dimana bukan 1 orang di dalam nya namun banyak
individu yang dianggap mumpuni seperti para pendiri atau penasehat KOSKAR PPB.
Apapun bentuk diskusi dalam dinamika
kesadaran berlambaga KOSKAR harus mampu ditata dan direkayasa bersama agar
semua gagasan-gagasan kreatif diberi ruang namun perlu juga diingat tidak boleh
keluar dari kerangka konstitusi lembaga sebab kelembagaan yang terbangun tanpa
dasar konstitusional akan sangat rapuh dan lemah dalam proses menata
kemepimpinan yang sehat apalagi dengan semangat penjiwaan baru KOSKAR PPB yakni
kepemimpinan kolektif. .......// Sabri Garuda Selatan