Friday, June 29, 2012

Refleksi dan Implementasi Nalar Kolektif KOSKAR PPB

0 comments

Bahtiar Ali Rambageng
KOSKAR lahir dan tumbuh dari hati,
besar dengan semangat keilmuan anak desa
berkembang dengan semangat perkaderan, kekuatan ide 
kemudian menjadikan nalar kolektif
sebagai rekayasa kontinuitas lembaga,
jiwa membina dengan altruisme sosiologis,
kemanusiaancita serta visinya adalah
menjemput paradaban gemilang di masa depan
untuk generasi, kebebasan dan kemanusiaan


KOSKAR PPB yang lahir 10 mei 1989, Pendirian KOSKAR pada tahun 1989 diharapkan menjadi lembaga diskusi alternatif bagi anak-anak Tompobulu selain HPMB sehingga penamaan KOSKAR pada saat pertama adalah KOSKAR PP-TB alias Kelompok Studi dan Karya Putra Putri Tompo'bulu kemudian menjadi KOSKAR PPB saat MUSTA di Dampang tahun 2004 serta jawaban KOSKAR PPB atas perkembangan luar biasa yang dialami baik dengan bertambahnya kader, pemikiran yang ikut berkembang, kesadaran semakin maju dan adanya cita-cita besar kedaerahan.

Perkembangan ini menjadi catatan sejarah penting untuk melihat kelembagaan KOSKAR PPB, KOSKAR sebagaimana harapan pendahulunya kini telah memiliki perkembangan luar biasa baik dari segi kultur maupun penataan perkaderan dan sistem. Penatan ini bisa dilihat dari visi misi KOSKAR tahun 2012 "Terbinanya kemampuan Intelektual-Emosional-Spritual Putra-Putri Bantaeng guna tercapainya Insan yang tercerahkan demi terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhai Allah SWT ".Penerjemahan visi dan misi KOSKAR PPB dalam beberapa aitem penting.

pertama makna terbinanya menegaskan eksistensi KOSKAR PPB merupakan organisasi yang melakukan pembinaan, penataan dan pemberdayaan kepada para kader dan pengurusnya. Pembinaan ini mewujud dalam bentuk kegiatan perkaderan dan kepengurusan, baik perkaderan LKD, LKM, CI, Quantum, advokasi, praktik sosial, menata karir semua dipotret dalam kerangka pembinaan, atau pendidikan. Kedua kemampuan intelektual, intelektual dalam hal ini menegaskan bahwa KOSKAR PPB sebagai organisasi perkaderan menata kualitas para kader dan pengurusnya untuk tetap setia pada garis intelektual sehingga parktik-praktik kelembegaan selalu di potret dalam posisi penataan kualitas intelektual alasannya jelas di dalam Al-Quran Allah SWT menegaskan "ditinggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan oleh Allah SWT". Dengan penataan kualitas keilmuan anak-anak KOSKAR akan mampu berdinamika dengan zaman bahkan menciptakan perubahan, sejarah telah mengajarkan kepada kita, Yunani baik pra Socrates maupun pasca Socrates bisa bangkit karena adanya kelompok kecil masyarakat yang setia terhadap pencerahan, baik Hereklaitos, Parmenides maupun Plato dan Aristoteles. Begitupun dengan paradaban Islam yang memiliki banyak tokoh-tokoh intelektual baik Ibnu Sina sebagai pakar kedokteran modern maupun Ibn Rusyd yang menjadi bapak rasionalisme yang banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran lahirnya abad pencerahan di Barat.

Sementara yang ketiga KOSKAR PPB akan menjadikan kecerdasan emosional sebagai hal prioritas, penegasan kecerdasan emosional ini karena intelektualitas tidak akan cukup untuk mengobati kebodohan manusia. Seseorang yang cerdas namun tidak memiliki mental atau emosional yang baik akan muda marah, tersinggung, pikirannya akan sulit teratur dalam dinamika yang keras baik pada ranah politik maupun pada tataran advokasi sosial sehingga penegasan kecerdasan emosional menjadi jawaban yang paling tepat untuk mengun kualitas individu. Model penataan kualitas emosional kader-kader KOSKAR PPB bukan hanya dalam forum-forum resmi namun juga pada ranah sosial dan konflik, di dalam penataan sosial dan konflik inilah akan terlihat siapa anak-anak KOSKAR PPB yang mampu menjiwai nafas perkaderan emisonal jika ada kader yang tidak mampu mengontrol emosinya, tidak mampu menempatkan masalah organisasi, pribadi, sosial, apa yang bisa dilakukan ke publik dan yang tidak bisa di ekspos maka secara otomatis gagal menerjemahkan gagasan perkaderan pencerahan emosinal. 

Ketiga KOSKAR PPB memiliki visi pencerahan spiritual, kesadaran spiritual dimaksudkan menyandarkan diri manusia pada kebenaran mutlak sebab puncak tertinggi kebenaran adalah yang ilahi. Dalam Al-Qur'an sendiri dijelaskan proses mencapai kecerdasan itu adala 3 poin, aenal yaqin, ilmal yaqin dan aenul yaqin. 1. proses penginderaan(aenul yaqin) atau epitemologi yang berbasis kesadaran empirik atau ke enam indera manusia, indera sebagai alat mengenali kebenaran berfungsi untuk mengelkan realitas lewat pandangan langsung namun pandangan memiliki keterbatasa sehingga penegasan alinnya 2. bahwa manusia memiliki akal (ilmul yaqin) yang menjadi landasan argumentatif atas kebenaran. Seseorang bisa mengenali alam dengan pandangannya namun kualitas pengenalannya akan sangat terbatas seperti jika kita melihat matahari maka secara otomatis lebih kecil dari bumi namun saat dilakukan pendalam dan proses metematik logis ternyata matahari lebih beras dibandingkan Bumi, disinilah pentingnya membangun kesadaran epistemologis rasional, 3. Epistemologi irfani atau pengenalan akan kebenaran yang hakikat dengan pendekatan qalbu tanpa mengabaikan fungsi-fungsi akal secara normatif. Pengenalan kebenaran dengan pendekatan hati ini dikenal dalam Al-Qur'an haqqul yaqin, kemampuan tertinggi pengenalan atas kebenaran ini karena subjek yang mengenali dengan objek yang dikenali adalah satu tak terpisahkan atau proses pengilmuannya lebih banyak pada proses khudiri, proses meresapi dan menyelami makna.

Kebenaran berbasis spiritualitas adalah proses menjalani hidup dengan menghadirkan proses teologis, proses menuhankan tuhan dalam diri dengan melakukan penyelaman akan hakikat diri karena dengan mengenali diri maka tuhan akan ikut dikenali sebagaimana falsafah arab "man arafah nafsahu faqad arafah rabbahun", siapa yang mengenali dirinya maka dia ikut mengenali tuhannya. Konsep kearifan teologis, bahwa tuhan atau Allah SWT sebagai sumer inspirasi, aspirasi, motivasi dan inisiasi hidup menjadi penggerak segala aktivitas hidup manusia untuk menyelami pemaknaan diri sehingga bentuk aktivitas dan rutinitas kehidupan adalah penjiwaan akan makna tauhid sosial, tauhi rububiyah dan tauhid nafsiyah.

3 poin di atas bentuk penafsirannya dalam konteks dan konten kelembagaan, sosial, bernegara dan bermasyarakat diterjemahkan dalam aitem keempat tercapainya insan tercerahkan. integrasi ketiga kesadaran bangunan kader KOSKAR PPB yakni, intelektual, emosional dan spiritual membentuk kualitas pribadi terscerahkan, berwawasan luas, memiliki pandangan yang lugas, dinamis mengikuti perkembangan zaman, mampu menata struktur sosial secara arif dan menjadikan segala prinsip perjalanannya pada argumentasi tauhidiyah. ketika model ini sudah mampu diterapkan maka manusia atau kader KOSKAR sebagai mana pemikiran Ali Syariati telah melampaui 4 penjara kemanusiaan, penjara, biologis, penjara alam, penjara sosial dan penjara ego sehingga manusia yang telah sampai kesini telah menempati posisi kemakrifatan puncak atau puncak kearifan dalam istilah arabnya memberikan kemuliaan nama insan kamil. Insan Kamil adalah manusia yang sempurna dalam kehidupannya, karena segala geraknya adalah kerak ketuhanan yang utuh dalam perpaduan kualitas diri yang dianugrahkan, akal, indra dan hati.

KOSKAR PPB mungkin sepenuhnya belum  mampu mencapai cita-cita besar ini namun semangat penjiwaannya akan mengiri kehidupan para kadernya walau ada dinamika yang sepenuhnya belum mampu tercapai namun harapan itu ada sebagai pondasi kesadaran universal. pada konteks kesejarahan KOSKAR PPB telah melakukan metamorvosis dalam penegasan visi misinya dan rekayasa menuju terwujudnya agenda tersebut namun dibalik itu pada wujud sosiologis, organisatoris maka masih banyak hal yang perlu diapreasi oleh lembaga.

Refleksi Historis KOSKAR PPB

Pada perjalanan KOSKAR nampak dalam dinamikanya naik turunya reting perkaderan dan peran dan fungsinya baik sebagai organisasi perkaderan maupun organisasi perjuangan. Awal berdirinya KOSKAR tak lebih hanya sebatas organisasi kumpul-kumpul saja untuk berbagi ide, gagasan bagi sebagian besar anak-anak muda Tompo'bulu namun pada masa Firman Suli KOSKAR mulai melakuakn rekayasa diskusi dan perkaderan yang diperkuat pada masa Subhan Ya'kub dan Sirajuddin Umar. Pada tahun 2002 saat sampai 2007 KOSKAR lebih banyak dikenal sebagai organisasi advokasi, perkaderan dan ketokohan individu yang pada waktu itu ketua umumnya Sirajuddin Umar. Kemampuan Sirajuddin Umar dalam menyampaikan ide, pikiran, rekayasa strategis sosial membuat banyak anak-anak KOSKAR mengidolakannya sehingga mulailah muncul istilah Sirajuddinisme, upaya menjadikan SIRajuddin Seabagai aikon.

Kondisi sebuah organisasi yang menempatkan individu sebagai sebuah aikon, tokoh kharismatik biasa akan mengalami masalah sistemik. Sistem kadang terlemahkan, konstitusi tidak menjadi penajam dalam kelembagaan, kualitas individu hanya diukur dari ketokohan individu yang akan berimplikasi pada garis perkaderan monoton. Konteks perkaderan monoton yang penulis maksudkan bahawa kepribadian, sifat dan gagasan persolan seorang tokoh kharismatik menjadi standar dasar kebenaran sehingga ide-ide kreatif lainnya menjadi terbungkam, tertutup dan tidak mampu berdinamika.

Potensi perkaderan dengan banyaknya kader KOSKAR dengan konsep kepoloporan membuat perumusan dan rekasaya organisasi terhambat dan mengalami ketergantungan personal yang berakibat standarisasi perkaderan dan rekayasa mengalami kemunduran. Semua stigma akan muncul bahwa kesuksesan standarnya adalah dimasa SIrajuddin Umar ditandai oleh semangat kritis dan advokasi sosial, tentu pandangan ini sangat merugikan potensi lainya dan semangat perkaderan dan rekayasa profesionalisme berbasis skill. Bagaimana bisa profesional jika semua mainstrim hanya kritis dan advokasi standar kebenaranya? padahal zaman telah berubah jika tidak melakukan pengawalan kreatif akan mencipatakan perkaderan yang stagnan.

Semangat romantisisme historis dalam KOSKAR tahun 2010 sampai saat ini masih terjiwai dalam mental dan alam bawah sadarnya, padahal seharusnya rekayasa kearah baru, profesional dan kesadaran yang lebih objektif berbasis skill sudah harus menjadi salah satu landasan baru. Romantisme historis bukan hanya membuat kesadaran individu tidak kreatif namun juga terjangkiti semangat untuk tidak berubah. 

Nalar Kolektif KOSKAR PPB

Atas dinamika politik, perkaderan dan perubahan zaman kader-kader KOSKAR PPB mulai tumbuh dari berbagai provesi, baik tentara, aktivis, PNPM, Kepala desa, Guru, Pengusaha, Dosen, PNS dan profesional membuat konsep kelembagaan KOSKAR mengalami kelemahan dalam menjawab perubahan drastis. kalau pada 2004-2008 nalar kesadaran kritis menjadi penjiwaan dengan ketokohan personal namun dengan banyaknya anak-anak muda kreatif, profesional ketokohan dan kritis semata tidak cukup sehingga konsep kepemimpinan baru digagas di kongres pada tahun 2010 dengan prinsip "kepemimpinan kolektif dan kesadaran kritis konstruktif".

Kepemimpinan kolektif inilah awal mula sebuah perubahan KOSKAR yang menempatkan sistem kelembagaan lebih otoritatif dari pada otoritas kepemimpinan. Penjiwaan sistem kepemimpinan kolektif akar berlembaga dalah ide, gagasan dan sistem yang saling mengevaluasi sehingga terbentuk tatanan kepemimpinan kolektif kolegia. Rumus kepemimpinan kolektif berada dalam kerangka, partisipasi, akuntabilitas, responsibilitas, konsolidatif, kritis objektif dan semua kebijakan lembaga menginisiasi ide-ide yang berkembang dari akar. Patronnya adalah bahwa kesadaran yang berakar dari kolektifisme adalah mewujudkan sistem keterlibatan, tidak ada lagi patron tunggal namun yang ada adalah ide, kreasi dan rekayasa bersama berbasis pada logika passianakkan.

Walaupun dalam terminologi ini tidak ada lagi patron namun dalam rumus siana' menurut defenisi jenderal Halik, selalu ada proses untuk menjadi siana', tidak mungkin semua siana' lahir dalam waktu bersamaan sehingga tetap ada yang namanya daeng, ada yang namanya andi'. Inilah adat struktur kesadaran kolektif yakni rasa persaudaraan sebagai ikatan dasarnya.

Mungkin rumus kepemimpinan kolektif telah ada tetapi kesadaran personal para kader masih menempatkan para seniornya dalam terminoligi puang, atau yang memiliki kualitas lebih sehingga rekayasa perkaderan atas partisipasi berbasis di bawah atau basis belum sepenuhnya maksimal.

Menjiwai Nalar Kolektif KOSKAR PPB

Selepas kongres di bate balla' tahun ini (2012) banyak perkembangan yang terjadi dan juga dinamika perkaderan yang menjadi bacaan tersendiri oleh penulis. Perkembangan yang diraih KOSKAR karena telah berhasil menerapkan kepemimpinan kolektif dengan terbentuknya 3 presidium pusat, Rahman, Ediyatma dan Hamzir jaelani ketiganya terpilih dalam proses politik yang sehat tanpa aikon kampanye dan simbol-simbol otoritas individu namun disisi lain ada dinamika yang berkembang bahwa perlu ada lembaga kontrol yang harusnya menjadi lembaga evaluasi kepemimpinan.

Ide ini menarik dan salah satu orang yang ikut memikirkannya adalah Arga, sedikit banyak Abdul Halik ikut merespon dengan positif demi menjaga dinamika kelembagaan yang sehat. namun persolannya kemudian banyak juga yang menolak ide ini baik Rahman, Sabri, Supriadi memang tidak bisa dipungkiri bahwa gagasan kepemimpinan kolektif akan memiliki tingkat keterbukaan dan partisipasi yang tinggi karena landasannya telah memangkas otoritas tunggal yang merubah diri menjadi sistem dan mekanisme berbasis ide kreatif. Kelahiran ide ini merupakan bagian dari dinamika yang sehat termasuk respon yang menerima maupun yang menolak, tetapi intinya ada dinamika yang tumbuh dan memperlihatkan bahwa sistem kontrol di KOSKAR telah berjalan secara baik, inilah pembelajaran demokrasi dan kepemimpinan yang sehat (good govermence).

Walaupun pembentukan Formasi adalah pikiran yang jernih namun kepemimpinan kolektif tetap menjadikan standar kebijakan pada AD/ ART, pada AD/ART yang belum membahas kebijakan pembentukan formasi sehingga legitimasinya tidak ada secara konstitusional namun ada sistem dan kultur yang kuat membuat ide ini tetap menjadi konsumsi kader.

Sebenarnya ide formasi jika dijiwai dengan semangat kolektif harus mampu dijawab namun tidak boleh diabaikan, siana' Sabri Garuda Selatan memberikan masukan dalam sebuah diskusi lewat facebook dengan penulis menyatakan yang dibutuhkan dewan kode etik. Seemnatara pak halik menginginkan kelembagaan ini harus diakomodir lewat pleno agar memiliki legitimasi, pertemuan ide ini jelas ada jika rekayasa dipahami kearah nkesarana kolektif sehingga pembentukan dewan kode etik kelembagaan akan sangat efektif sebagai pengganti formasi yang dimana bukan 1 orang di dalam nya namun banyak individu yang dianggap mumpuni seperti para pendiri atau penasehat KOSKAR PPB.

Apapun bentuk diskusi dalam dinamika kesadaran berlambaga KOSKAR harus mampu ditata dan direkayasa bersama agar semua gagasan-gagasan kreatif diberi ruang namun perlu juga diingat tidak boleh keluar dari kerangka konstitusi lembaga sebab kelembagaan yang terbangun tanpa dasar konstitusional akan sangat rapuh dan lemah dalam proses menata kemepimpinan yang sehat apalagi dengan semangat penjiwaan baru KOSKAR PPB yakni kepemimpinan kolektif. .......// Sabri Garuda Selatan

                                                               Jakarta, Apartemen Juanda, 30 Juni 2012, Pukul 25;40 

0 comments:

Post a Comment

PARA GITTE SIPAKAINGA SIPASSIRIKI LINO AHERA'