Sunday, April 15, 2012

Menjadi Aktivis Dalam Pusaran Global Village!!!

0 comments
"Setiap generasi ada zamannya
sehingga jangan bertindak di luar zaman,
apalagi membelakanginya
karena engkau akan digilas,
ditingalkannya bahkan zaman bisa membunuhmu."

Aktivis yang selalu dikaitkan dengan terminologis kritis, radikal, berani, rewa, takliwa-liwa dan nekat sebagai simbolisasi indentitasnya. pemaknaan aktivis dalam kategori kritis berarti sosok mahasiswa atau pemuda memiliki nalar yang mengedepankan perdebatan kritis dan rekayasa sosial atas kondisi sosial yang menghimpit dan tidak adil. pemaknaan kritis ini lebih banyak melihat aktivis sebagai kelompok progresif yang terlibat langsung dalam proses konsolidasi demokrasi dan perubahan sosial.

Pada konteks lain mahasiswa atau aktivis selalu diakiitakan dengan kata berani, nekat dan takliwa-liwa untuk menegaskan interitas altruismenya. Aktivis yang tidak memiliki keberanian akan sulit bersuara lantang dalam kehidupan yang memaksanya diam sehingga untuk berkata tidak harus menjadikan diri sebagao sosok berani bahkan nekat dengan resiko apapun. kalau ada aktivis menyatakan rela mati demi apa yang diyakininya merupakan pembenaran akan dirinya yang rewa, barani, nekat.

Sedangkan takliwa-liwa (berlebihan) merupakan sikap yang mesti dimiliki agar suaranya bisa di dengar. takliwa-liwa akan membuat aktivis mudah menyerang apa saja dan kapan saja sepanjang ada asumsi logis faktualanya. Jika aktivis tidak memiliki sikap takliwa-liwa (berlebihan mengkirtisi namun konteks) akan kesulitan melakukan npressure isu, konsolidasi karena berlebihan dalam artian ini adalah taktis strategis dalam mengkondisikan sektor sosio-politik ke masyarakat.

Kategori di atas merupakan bagian yang tidak boleh diabaikan bagi sosok yang mengaku aktivis. Jika ada pengabaian akan konsepsi di atas biasanya gerakan mahasiswa akan kehilangan nyali dan pengaruh sosial bahkan kehilangan wibawah politik. penegasan politik seoarang aktivis memang harus konten dan konteks. Kontennya penegasan politik mahasiswa dengan tetap mengangkat hal-hal mendasar dalam masyarakat yang ada, proses meramu hal-hal mendasar ini memiliki landasan pikir yang memadai agar memiliki mutu gagasan. kontek juga bermakna dalam kategori kontradiksi pokok yang menjadi alasan semua pergerakan dan isu, namun konten apapun yang diangkat akan kehilangan momen jika perangkat strategis tidak terjewantahkan dalam rumusan konteks sosial.

Untuk memahami konteks penulis akan memebrikan perumpamaan. pada prinsipnya obat adalah alat penyembuh penyakit, jika saya, anda sakit kepala maka minum obat bodres agar bisa hilang sakitnya, namun jika anda atau saya meminum bodres melebihi dosisnya kemungkinan besar akan ta'langnge-langnge bahkan bisa pingsang yang menyebabkannya haru dibawa ke rumah sakit umum Bantaeng. Pada konteks lain anda hanya meminum sedikit saja maka akan kesulitan untuk menyembuhkan penyakit kepala anda sehingga obat anda minum secara sia-sia alias pekerjaan kosong.

Disinilah dibutuhkan kontekstualisasi sebuah obat agar dosis tidak melibihi batas atau sangat sedikit supaya penyakit yang akan diobati bisa sembuh secara wajar dab benar. begitu juga seoarng aktivis dalam mengawal sebuah rekaysa sosial membutuhkkan kontekstualisasi ide, kontekstualisasi gagasan perubahan. Jangan mengangkat tema keluatan di komunitas petani walaupun tujuannya untuk menyelesaikan soal kemiskinan semua rakyat. Tetapi angkatlah konsep pertanian yang ramah lingkungan, bagaimana menjadi petani yang baik, bagaimana menjadi petani berpolitik, bagaimana petani memperjuangkan haknya dihadapan para petani. dengan demikian akan ada respon positif untuk menjiwai perubahan dan rekayasa sosial.

Fase-Fase Aktivis di Nusantara
Jika kita berkaca pada sejarah maka kita akan menemukan kelompok budi utomo, kelompok kiri Soekarnoisme dan ekonom Hatta yang memiliki konteks dan konten pergerakan pada saat mereka berjuang (1925-1945). keberadaan aktivis pada masa awal pra kondisi kemerdekaan menegaskan kepada kita proses politik yang didorang adalah rekayasa kemerdekaan Indonesia dengan agenda revolusi.

Pada aspek lain aktivis pra kemerdekaan menempatkan dirinya sebagai tokoh intelektual dengan menghasilkan gagasan-gagasan kebangsaan untuk menjiwai semangat perjuangan kaum muda untuk merdeka. Penjiwaan ini konteks karena pergerakan yang dibangun hanya untuk meraih kemerdekaan indonesia, sehingga perangkat-perangkat politik yang dibangun adalah komunitas-komunitas bergerak bersama rakyat yang dipersenjatai, namun terkontrol dalam semangat intelektualisme aktivis soekarno dan kawan-kawannya.

Sementara pada fase tahun 1966 gejolak politik yang muncul adalah diinternal kekuasaan negara. Dengan naiknya bahan dan adanya perang kepentingan elit. Proses politik yang didorong adalah semangat anti terhadap komunis, semangat ini membuat soekarno jatuh karena dia dianggap sebagai sosok sosialis dengan gagasan NASAKOM (nasionalisme komunis dan agama). Jikapun banyak yang melakukan perlawan terhadap seokarno dan adanya rekayasa menjatuhkannya namun beliau tidak pernah jatuh di nurani rakyat marhaenisme karena Seokarne berjuang untuk kaum miskin.

Gerakan selama proses politik soekarno tidak terlalu menonjol perekaysaan asalnya dari mahasiswa karena proses eksekusi mpolitik banyak dipengaruhi oleh militer. sehingga konten gerakan tahun 1966 tidak menghasilkan apa-apa selain pergantian penguasa dari kaum Marhaenisme menjadi kaum otoriter militeristik.

sementara pada tahun 1998 masa reformasi pergerakan mahasiswa banyak didalangi oleh aktivis oragnisatoris. proses ini bisa dilihat dengan menyaksikan palaku sejara Amien rais dan kawan-kawan yang menginginkan reformasi di indonesia. meraka para aktivis terlahir dari lembaga pergerakan HMI, KMNI. dan kelompok-kelompok aktivis lainnya. gerakan yang dibangun adalah oposisi total terhadap resim dengan karakter perjuangan berwajah kaum muda kritis dan nasionalis religius termasuk pemuda, kiri.

Bagaimana Sekarang Aktivis
Saat ini aktivis mulai kehilangan momentum politik karena nalarnya masih lebih banyak terjebak dalam logika lama. logika kaum aktivis semasa Amien dan kawan-kawannya yang selalu menempatkan kekuasaan sebagai musuh utama padahal ada juga penguasa yang sepakat dengan agenda perubahan. disinilah kontekstualisasi gagasan gerakan sosial baru yang menempatkan tujuan sebagai pengikat perjuangan bersama dan tidak lagi terjebak dengan soal ideologi politik karena ideologi sudah selesai yang jadi soal bagaimana operasionalisasi idelogis.

Proses perjuangan sudah melihat kelompok-kelompok sosial sebagai sebuah kekuatan unik, beragam dan prfesionalitas. kebutuhan akan kontekstualisasi rekayasa perubahan sosial akan terjadi jika mahasiswa saat ini atau aktivis pergerakan memiliki momentum dan rekayasa besar.

untuk itu mahasiswa atau aktivis perlu membangun komunitas bersama yang fokus isu strategis. banyaknya isu saat ini membuat hampir semu pergerakan aktivis tak memiliki momentum politik hegeminik sehingga perlu ada rekayasa konsen isu besar bersama. dalam istilah sebuah buku intelektual kolektiv yang memiliki kriteria. profesionalitas, pluralis, sistemik, konsistensi dan hegemonik pemikirannya alias berfikir brilyan.

Profesionalitas seorang aktivis sangat dibutuhkan karena selama ini pekerjaan dan fokus kativis tidak jelas bahkan menjadi gelandangan intelektual. untuk menjawab perubahan zaman dan kedatangan global village maka dibutuhkan sebuah usaha untuk bisa bersaing salah satu semntrum usaha itu dengan membangun profesionalitas pada bidang tertentu agar bisa langsung merespon dengan benar pada isu profesionalitas.

sistemik, pluralis, menisbahkan kepada kita bahwa zaman ini adalah era globalisasi yang membawa kekuatan imperialisme raksasa dan perangkat neoliberalisme dibalik wajah manis WTO da work bank. jika aktivis tidak berkumpul untuk melakukan kerja bersama secara sistemik maka akan tergiring dalam arus besar apalagi mau melawan mustahil bisa dilakukan dengan bergerak sendiri-sendiri. ide inlelektual kolektif yang juga diperkenalkan Pierre Bourdieu adalah rekayasa perubahan untuk mendesain proses kedatangan globalisasi agar bangsa kita dan daerah kita tak tergadai dan hancur dalam kuasa sistemik kapitalisme internasional dan belenggu politik internasional.

sementara pluralitas sangat penting karena tanpa semangat plural akan susah melalukan gerakan bersama. gerakan yang menyatukan semua kelompok aktivis tanpa mengenal warnanya sebagai warna a,b,c,d namun melihat semangat bersama anti terhadap neoliberalisme dan kolonialisme mutakhir.

jika kesamaan visi dan perjuangan telah dirampungkan maka secara otomatis akan ada rekayasa bersama membentuk from politik kaum muda membebaskan bangsa dalam ancaman kuasa politik internasional.

Selamat Menjadi Aktivis atau membaca aktivis!!!

By :
Bahtiar Ali Rambangeng, S. Fil.I

0 comments:

Post a Comment

PARA GITTE SIPAKAINGA SIPASSIRIKI LINO AHERA'