Asbar Jaya |
Mungkin
di kalangan mahasiswa, sudah tidak terdengar asing lagi di telinga mereka
dengan kata “aktivis”, apalagi bagi mahasiswa yang memang sering turun kejalan
dan lantang meneriakkan kalimat-kalimat kebenaran, keadilan, dan ketertindasan
oleh sebagian lapisan atau kelompok masyarakat. Berdemonstrasi dan memblokir
jalan sehingga arus transportasi macet total, bagi mereka yang menyuarakan aspirasi kaum yang tertindas
adalah harga mati, dan mungkin kalau ditanya, ini mungkin ya, siapa yang
sepakat demonstrasi itu baik, siapa yang mau mendukung kawan-kawan kita untuk
turun kejalan, atau teriakan mahasiswa itu adalah suara amarah kemuliaan, maka
yang pertama kali mengangkat kepalan tangan adalah “saya”. Dengan berdemo maka
aspirasi kita akan sampai pada objek yang menjadi sasaran teriakan kita, dengan
berdemo berarti mempertegas integritas
kita sebagai mahasisswa yang tidak mau melihat penindasan dan
kesewenang-wenangan itu terjadi dimana-mana, sungguh mulia perjuangan para
senior-senior kita, kawan-kawan kita, yang mengucurkan keringat, rela
menghiraukan panasnya terik matahari dan bahkan rela mengorbankan nyawanya
sekalipun bila itu sudah menjadi sebuah keharusan.
Betapa kejamnya para
aparat-aparat militer negara, yang siap membinasakan mereka setiap saat, tapi
mereka ikhlas melawan semua itu demi terciptanya sebuah tatanan demokrasi yang
sebenar-benarnya. Ini merupakan sebuah perjuangan yang patut di acungkan jempol
dan butuh di apresiasi, inilah sebuah cerminan yang pantas bagi kita sebagai manusia-manusia
yang ingin menjadi insan-insan yang tercerahkan, jika perjuangan mereka
betul-betul berbasiskan hati nurani dan niat suci yang luhur, dan itulah
kata-kata yang wajib kita garis bawahi.
Kalau kita berbicara
masalah demonstrasi, dalam pandangan saya ini adalah sebuah gerakan yang
sungguh baik dan luhur, dan kalau kita menoleh sejarah kebelakang ternyata
demonstrasi ini punya sejarah pantas
untuk di catat. Demonstrasi ini bagaikan sebuah warisan yang turun temurun,
dari generasi ke generasi terus berlanjut. Kalau masih jadi mahasiswa, masih
suka turun ke jalan berdemo, tapi kalau sudah selesai, itu tidak lagi dan stop
sampai disitu, maka ada lagi yang namanya regenerasi atau generasi pelanjut
tongkat estapet, dimana generasi inilah yang melanjutkan lagi perjuangan para
senior-senior yang dulu. Entah seperti apa dan bagaimana alasannya sehingga
senior-senior kita yang dulu redup redam bara api perjuangannya, kalau mau tau
bertanya langsung sama orangnya. Tapi kalau bisa saya menerka nerka, itu tidak
lain dari desakan ekonomi yang menggelitik, dimana lagi adatanggung jawab
keluarga yang harus di biayai, dan semua orang pasti mengingingkan yang namanya
kesejahteraan, semuanya pasti mengingingkan yang namanya keharmonisan dan
kebahagiaan, kenapa banyak kawan-kawan kita yang turun kejalan dan berteriak
menyuarakan aspirasi, itu karna kita mengingingkan sebuah keharmonisan sebuah
kebahagiaan, kenapa sebagian besar orang bekerja dari pagi sampai malam, dan
sering kali tidak menghiraukan rasa capek, seolah olah bahwa dia bekerja baru
saja beberapa jam, karna kita ingin hidup bahagiah
Saya sempat berfikir
bahwa, para elit-elt, para pejabat-pejabat kita hari ini kan pernah menjadi
mahasiswa juga, dan tentunya sangat jelas dalam benak kita bahwa mereka juga
pernah melakukan hal yang serupa dengan gerakan kawan-kawan kita hari ini, tapi
kenapa begitu ya??? Perubahan paradigma berfikirnya sangat nampak sekali, dan
hampir tidak mengenal lagi yang namanya hati nurani atau perasaan saling kasih
mengasihi, yang ada hanya saling menghabisi, bertarung memperebutkan tahta
kekuasaan, dan kalau urusan dan kepentingan rakyat menjadi nomor kesepuluh.
Semasa mahasisswa, mereka sangat giat menyuarakan aspirasi-aspirasi masyarakat
dimana mana, menjadi penyambung lidah rakyat, tapi kalau masuk di parlemen
pemerintahan, mereka sudah tidak idealis lagi, konsep idealis adalah konsep
yang kuno yang tidak konteks dan tidak asyik bagi mereka, begitu hebatnya virus
kekuasaan, dan saya melihat ini turun temurun, sungguh sebuah warisan yang
harus di bakar sampai menjadi abu dan tidak boleh ada jejaknya yang tersisa
sedikitpu.
Dan yang paling
anehnya lagi, di negeri yang lucu kita ini, banyak diantara kawan-kawan kita
hari ini, katanya turun kejalan dan
berdemo karna sebuah ketertindasn dan murni dari aspirasi, ternyata hanyalah
sebuah omong kosong belaka, ,agar terdengar bahwa mereka idealis dan sangat
mengecam pemerintah yang sewenang wenang, mereka turun kejalan berteriak teriak
sampai suaranya berubah dari normalnya, karna ada perselingkuhan-perselingkuhan
politik, ada kongkong kali kongkong dengan pihak pihak di birokrasi, dan inilah
yang dimaksud dengan menjual gerakan, berdemo karna mendapat suntikan dana,
dirinya sudah terjual oleh politisi yang menggunakan mulutnya untuk menyerang
lawan politiknya, ini tidak wajar kan, masa seorang yang katanya rausyan fikr,
insan-insan yang tercerahkan melakukan hal yang seperti itu, ini sungguh diluar
batas kewajaran. Inilah benih benih, bibit bibit unggul koruptor dimasa yang
akan datang, ingatlah negara kita ini sudah cukup menderita karna korupsi, masa
kita mau dan tega menambah nambah lagi parahnya, tidak adakah rasa kasihan
sedikitpun melihat begitu banyak fenomena fenomena yang terjadi di negeri ini,
begitu banyak rakyat yang di rampas haknya, begitu banyak anak anak yang
terlantar di jalanan yang selalu mewarnai hiruk pikuknya kendaraan yang
berjejeran di jalan protokol
Dulu ketika para
aktivis mati tergeletak di depan gedung DPRD PUSAT, dimana masa masa keruntuhan
rezim soeharto, semboyang para aktivis yaitu “bangkit melawan atau diam
tertindas” itu masih pantas dan membuat kita bangga mengatakannya, tapi
sekarang itu tidak lagi, kalimat itu tidak wajar lagi kita lontarkan sebagai
tanda perjuangan, itu tidak konteks lagi, sudah tidak realistis. Dan yang pantas
kita katakan sekarang hanyalah BANGKIT MELAWAN ATAU DIAM DIAM MAKAN DIWARUNG,
dan ini benar, apakah kita betul-betul murni berjuang karna berlandaskan niat
dari aspirasi yang berbasiskan hati nurani atau kita berteriak teriak,
menghabiskan suara kita di tengah jalan karna kita berselingkuh dengan anjing
anjing negara, apa bedanya dengan mereka pejabat pejabat birokrasi yang
busuk???? Dan inilah yang disebut dengan PELACUR PELACUR INTELEKTUAL, jadi
tidak ada yang pantas kita katakan hari ini selain BANGKIT MELAWAN ATAU DIAM
DIAM MAKAN DI WARUNG, ok coy???
0 comments:
Post a Comment
PARA GITTE SIPAKAINGA SIPASSIRIKI LINO AHERA'